LAUTAN
sebening kaca terpancar ketika kapal-kapal yang membawa wisatawan makin
mendekat ke Pulau Seraya Kecil, di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa
Tenggara Timur, Selasa (14/8/2012). Gerombolan ikan mungil beraneka
warna menari di antara terumbu karang. Elok nian suasana yang alami itu.
Sejumlah bintang laut terlihat beria-ria
di dasar pantai dengan pasir yang putih bersih memesona. Seolah semua
penghuni dasar laut kala itu memberi sambutan hangat kepada wisatawan
yang datang.
Di pulau itu terdapat 18 bungalo
bernuansa alami, dengan atap dari alang-alang, serta berdinding anyaman
bambu. Alam sekitar Pulau Seraya memang sangat teduh dan bertambah indah
dengan adanya bukit berhiaskan sabana.
Deretan pohon nyiur melambai-lambai di
pinggir pantai yang berhiaskan hamparan pasir putih nan lembut. Embusan
semilir angin membuat siapa pun di pulau itu akrab dengan alam.
Pulau Seraya Kecil, atau yang lebih akrab
dikenal dengan Pulau Seraya, merupakan salah satu obyek wisata bahari
unggulan di Manggarai Barat. Kabupaten ini mempunyai 162 pulau dengan
keindahan taman laut yang memukau, salah satunya Seraya.
Pulau ini juga menjadi salah satu obyek
wisata favorit, terutama bagi wisatawan asing yang berkunjung ke
Manggarai Barat. Umumnya, tujuan utama mereka melihat reptilia purba,
komodo (Varanus komodoensis), menyelam (diving), dan snorkeling.
”Pulau ini menyenangkan, indah, dan
tenang. Kita dapat rileks di sini,” kata Remo Luftus, wisatawan asal
Swiss, yang pertengahan Agustus silam berkunjung ke Pulau Seraya bersama
tiga kawannya, Oli Fudlidus, Dave Arschkuss, dan Luki Hodus.
Mereka hari itu menghabiskan waktu dari
pagi hingga siang dengan berbagai kegiatan, dari membaca buku,
bernyanyi, memetik gitar, berjemur di pantai, berolahraga sambil
bercanda ria, hingga berenang dan snorkeling.
Kondisi di Seraya memang sangat cocok untuk snorkeling. Ketika Kompas
mencobanya memang ada sensasi tersendiri. Ketika laut surut, kita
bahkan dapat berjalan ke tengah laut hingga radius sekitar 500 meter
dari bibir pantai, tanpa khawatir tenggelam. Pasalnya, ketinggian
permukaan air laut hanya setinggi paha orang dewasa.
Yang menggemaskan pula, ikan-ikan laut
dengan warna cantik tak berlarian untuk bersembunyi ketika manusia
mendekat. Kita juga dapat menyaksikan terumbu karang dengan berbagai
bentuk dan warna yang menarik.
Relatif murah
Pulau ini boleh dikatakan layak menjadi
referensi tempat berlibur. Letaknya tidak terlalu jauh dengan Kota
Labuan Bajo. Dengan perahu motor dapat dijangkau hanya dengan sejam.
Biaya sewa kapal pun relatif murah, yakni Rp 300.000- Rp 500.000
pergi-pulang (PP).
Bahkan kalau kita ingin menginap di
bungalo, oleh pihak pengelola tidak dikenai biaya sewa kapal. Pengunjung
hanya dikenai biaya kamar per malam Rp 250.000.
Soal asupan dan logistik, pengunjung juga tak perlu khawatir. Di pulau tersebut tersedia restoran yang melayani dari pagi hingga malam hari.
Rasanya ketika berlibur ke pulau ini tidak puas kalau hanya sehari. Apalagi biaya sewa kamar juga relatif murah.
Namun, jangan salah pula, karena kalau pengunjung ramai, pihak pengelola membatasi lama tinggal pengunjung untuk menginap.
”Kalau pengunjung banyak, kami hanya
memberikan waktu menginap bagi pengunjung maksimal 3 hari. Kasihan
pengunjung lain yang antre,” ujar Paulus Chung, pengelola bungalo Pulau
Seraya.
Biasanya masa padat kunjungan itu pada bulan Juli-Agustus, terutama dari kalangan wisatawan asing.
Uniknya, pihak pengelola hanya akan
menyalakan genset dari pukul 18.00-22.30 Wita. Maklum, tempat itu belum
terjangkau jaringan listrik PLN.
”Pada pukul 22.30 genset kami padamkan
karena umumnya wisatawan asing meminta itu, tak ada lagi aktivitas atau
kegaduhan. Mereka ingin beristirahat dengan suasana tenang,” kata
Paulus.
Di sisi lain, Pulau Seraya juga menyimpan
kisah agak menyeramkan. Hal itu sebagaimana dituturkan oleh Andi Anwar
(47), warga Pulau Seraya Kecil, yang tinggal di balik bukit dari bungalo
berdiri.
”Dulu pulau ini dikenal sepi dan angker.
Tidak ada orang yang berani tinggal di sini. Saya ke sini waktu itu
berumur 11 tahun, diajak oleh almarhum ayah saya. Saat kami datang, baru
ada tiga-empat rumah,” ungkap Andi.
Menurut Andi, awal mula yang singgah di
pulau berpasir putih itu adalah para punggawa Bajo yang mencari ikan dan
teripang. Mereka kemudian tinggal di pulau tersebut.
Keangkeran yang dimaksud, warga yang
tinggal di situ dulu sering kerasukan roh halus. Untuk menyadarkannya
harus dilakukan penyembelihan seekor kambing. Kepala kambing itu
digantung di pohon asam yang tumbuh di tengah kampung itu.
Mase (almarhum), ayah Andi dari Sulawesi
Tengah, yang dikenal memiliki kemampuan supranatural semacam tabib, lalu
diminta tinggal di pulau tersebut guna menyembuhkan warga setempat yang
sakit atau pun yang kerasukan roh jahat.
”Keunikan pulau ini juga mempunyai batu
hias berwarna biru di dasar laut. Arus laut di perairan pulau ini pun
tenang. Pada musim barat, yang terjadi umumnya angin saja yang kencang,
gelombang pun relatif landai.
Antibom ikan
Masyarakat di sini juga memegang teguh
aturan untuk tidak mencari ikan dengan potas atau bom ikan. Dengan
demikian, lingkungan bawah laut di sini benar-benar lestari. ”Kami
memancing di pinggir pantai saja mudah mendapat ikan,” kata Andi.
Seiring berjalannya waktu, dengan
pertambahan penduduk dan kemajuan zaman, kini gangguan yang aneh-aneh
seperti dulu tidak pernah ada lagi di Pulau Seraya. Yang tampak dan
terasa di pulau ini hanyalah keindahan, keteduhan, dan ketenangan.
Yang lebih memuaskan lagi, biasanya
pengunjung Pulau Seraya dalam perjalanan pulang ke Labuan Bajo, kapten
kapal akan menawari untuk singgah di Pulau Bidadari, yang saat ini
dikelola oleh warga Inggris, Ernest Lewan Dowsky.
Pulau Bidadari juga berpasir putih dan memiliki pemandangan bawah laut yang tak kalah menarik dengan Pulau Seraya.
Yang pasti, bagi Anda yang ingin
menenangkan diri, berbulan madu, atau sekadar berlibur merilekskan diri
dari segala rutinitas dan kepenatan, Pulau Seraya layak menjadi pilihan
Sumber : www.beritakaget.com
No comments:
Post a Comment